*Iseng lagi, ngubek - ngubek folder dari bunda malah nemu cerpen ini. Subahanallah sekali. Sayang tidak dicantumkan siapa penulisnya. Hanya ada sebuah inisial di akhir cerita.
Hidayah itu barang mahal, sulit didapat dan mudah lari. Benarkah?
Nana terbelalak memandang Sari yang baru turun dari bus. Ia mengucek-ucek matanya. Sari? Benarkah itu Sari sahabatnya ? Perempuan berbusana mini dan ketat itu memang Sari…Astaghfirullah !!! Nana menarik napas panjang. Sebelum kesadaran Nana pulih, Sari telah berlalu.
Nana tidak habis pikir. Saat kuliah dulu, Sari sangat populer. Siapa yang tidak kenal Sari? Ia aktivis musholla yang cantik, lincah, supel, cerdas dan penuh ide-ide kreatif. Lewat tangannya lahir berbagai kegiatan positif. Sari yang dulu sering menggoda Nana karena terlalu kalem dan pasif.
Menjaga iman memang bukan pekerjaan gampang. Bersikap istqomah juga tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang menyimpang atau bahkan berbalik arah dari tujuan semula.
Saya Paling Benar
Setelah merenung dan berpikir kembali tentang Sari, Nana mencoba mengira-ngira faktor yang menyebabkan Sari berubah drastis. Nana ingat, salah satu sifat Sari yang paling menonjol adalah selalu merasa benar. Sari hampir tidak pernah menerima pendapat orang lain. Barangkali karena ia gadis yang sangat cerdas dan kritis dan semua orang selalu memuji ketajaman otaknya. Apabila ia merasa tindakan atau pendapatnya benar, ia tidak pernah mempedulikan pendapat orang lain.
Seingat Nana, jarang sekali Sari mau mendengarkan saran, pendapat apalagi kritik dari orang lain. Ia selalu berjalan sendiri sesuai dengan keyakinannya. Lambat laun tumbuh keangkuhan dalam dirinya. Ia memandang rendah orang lain. Sejak itu, Sari tidak bisa lagi dikoreksi siapapun.
Barangkali, sifat itulah yang berperan besar dalam menjerumuskannya. Said Hawwa dalam bukunya Induk pensucian Diri menyatakan bahwa takabur membuat manusia sulit memperoleh manfaat ilmu pengetahuan . Ia menolak jika diberi dan tidak suka menerima kebenaran, bahkan cenderung kepada kejahatan. Banyak sekali ayat-ayat al Qur’an yang menjelaskan keburukan sikap takabur.
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata :”telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak diwahyukan sesuatupun kepadanya dan orang yang berkata : “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah“. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata) : “Keluarkan nyawamu “. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan kepada Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya “. (Al An’am ayat 93)
Manusiawi, kan …
Bertahun-tahun lalu, seingat Nana ia sering mengingatkan Sari tentang tingkah lakunya yang tidak sesuai dengan ahlak Islami. Jawaban Sari standar: “Aku kan manusia biasa. Wajar dong kalau aku sekali-sekali salah. Enggak ada manusia sempurna kan, Na… Lagi pula menurutku apa yang aku lakukan masih tidak menyimpang dari syari’at…”, katanya saat Nana mengingatkannya tentang sikapnya yang kadang terlalu bebas dalam bergaul dengan rekan-rekan pria.
Setelah itu, justru Sari yang menceramahi Nana panjang lebar tentang etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang katanya masih bisa diperdebatkan dan dilihat lagi konteksnya dalam pergaulan di zaman modern. Menurut Sari, etika pergaulan laki-laki dan perempuan itu jangan dilihat dengan sudut pandang picik dan sempit. Saat itu, Nana hanya diam mendengarkan perkataan Sari yang meluncur cepat dengan berbagai argumen meyakinkan.
Itulah Sari… batin Nana sedih. Ia selalu berusaha merasionalkan aturan-aturan yang ditetapkan Allah dan mencari pembenaran-pembenaran atas segala tindakannya. Ah, mata Nana berkaca-kaca. Dalam diamnya ia menyesali diri, “Mengapa dulu aku tidak mendebatnya dan menanggapi argumennya dengan ayat-ayat Allah atau hadits….? Astaghfirullah, ampuni hamba ya Allah. Barangkali sikap hamba dulu ikut mendorong Sari menjadi seperti ini. Saat itu, barangkali Sari lupa dengan ayat Allah yang sering mereka baca bersama dan selalu membuat mata mereka berkaca-kaca :
“Belumkah datang saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hatinya mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang yang sebelumnya telah diturunkan al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik". (Al Hadid ayat 16).
Sari Yang “Kesepian”
Lebih kurang empat tahun sudah Nana tidak pernah berkomunikasi dengan Sari. Sejak selesai kuliah, Sari bekerja di sebuah perusahaan terkenal dan kariernya melesat cepat. Keberhasilan demi keberhasilan diraihnya. Nana mendengar cerita itu dari beberapa teman yang pernah bertemu Sari. Dan Nana sama sekali tidak merasa heran. Sejak dulu Sari memang ambisius. Ia selalu ingin membuktikan kemampuannya kepada siapapun. Ia ingin orang menghargai dan mengagumi keberhasilannya.
Nana maklum. Sari berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Ia ingin membuktikan bahwa produk dari keluarga bermasalah juga bisa berprestasi cemerlang. Nana sedih mengingat saat-saat menjelang perpisahannya dengan Sari. Saat itu hubungannya dengan Sari begitu buruk. Ada kesalahpahaman antara mereka berdua yang tidak pernah berhasil diselesaikan. Masing-masing merasa terluka dan memilih untuk saling menjauh. Saat itu, Sari juga sedang kecewa dengan beberapa teman di musholla yang dianggapnya tidak pernah bisa memahaminya. Tidak toleran dan terlalu memaksakan kehendak kepadanya. “Mereka terlalu otoriter dan tidak bisa menerima perbedaan pendapat”, katanya suatu kali dengan ketus.
Dalam kondisi seperti itu mereka berpisah. Sari tidak pernah lagi hadir dalam acara kajian-kajian keislaman di kampus maupun di masjid tempat mereka biasa berkumpul. Sari patah arang. Ia merasa tidak lagi diterima oleh lingkungannya.Sejak itu, ia mencoba mencari lingkungan baru yang menurutnya lebih bisa menerima sikap dan tindakannya. Ia mencari orang-orang yang lebih toleran dengan dirinya. Ah, seandainya Sari tahu betapa saat itu teman-teman merasa bingung dengan sikapnya yang keras kepala. Kalau saja ia tahu betapa teman-teman merasa cemas atas perubahan sikapnya. Kalau saja Sari tahu betapa mereka mencintai dan menginginkan kebaikan untuknya ? Sari tidak pernah tahu bagaimana mereka dulu berkali-kali mencoba menjalin kontak dan menghubunginya di tempat kost, tetapi ia tidak pernah pulang. Ada banyak hal yang ingin mereka sampaikan. Termasuk ketidakberdayaan mereka menghadapi sikap keras kepala Sari dan tentu saja, tentang perasaan cinta mereka kepadanya.
Tetapi itu tidak pernah diketahui Sari. Ia hanya merasa teman-temannya tidak menyukainya. Lagi pula, ia pun mulai sibuk dengan lingkungan barunya, dengan karir dan ambisi-ambisinya. Ia tidak pernah lagi menjalin hubungan dengan teman-teman kampus, juga tidak dengan Nana. Mungkin ia terlalu sibuk dengan meeting, seminar, rapat dan seabreg tugas lainnya.
Nana tidak pernah mengetahui apakah di tempatnya yang baru Sari masih sempat mengikuti kajian-kajian rutin atau berkumpul dengan teman-teman sefikroh untuk saling menasihati dan mengingatkan serta beramar ma’ruf nahyi munkar? apakah ia masih memiliki sahabat yang istiqomah mengingatkannya agar senantiasa memiliki komitmen dengan nilai dan ahlak islami?
Kadang, saat melakukan tahajud di keheningan malam Nana terkenang saat mereka berdua tahajud bersama. Ia ingat saat mereka sholat di ruangan masjid yang temaram pada bulan ramadhon bertahun-tahun yang lalu. Ia merindukan membaca ayat-ayat Allah di keheningan malam bersama Sari saat angin dini hari bertiup lembut dan bulan hampir tenggelam. Kalau masih mungkin, betapa ingin Nana menarik tangan Sari, membimbingnya duduk dan membacakan kepadanya ayat-ayat Allah, agar Sari mau kembali kepadanya, kepada teman-teman yang selalu merindukannya.
“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya telah melampaui batas”. (QS al Kahfi ayat 28). (ina)
terima kasih sudah menjadi kan nama saya cerpen :D
BalasHapusdi tunggu joinnya di blog saya
hha.. kebetulan duang sii...
Hapus